1. PEMBAHASAN
1.1 Perusahaan Elpiji Merupakan Resiko
dari Operasional
Kemelut elpiji yang
terjadi saat ini merupakan salah satu contoh risiko operasional. Risiko
operasional adalah sebuah risiko yang mempengaruhi semua bisnis, karena risiko
operasional tidak dapat dipisahkan dari aktivitas / proses operasional.
1.2 Resiko Operasional
Apakah risiko operasional itu? Risiko operasional adalah risiko kerugian yang disebabkan oleh:
I) Kegagalan:
1) Proses internal, yaitu tidak berfungsinya / tidak berjalannya prosedur yang telah ditetapkan. Misalnya kurangnya kontrol. Saat ini Pertamina hanya bertanggung jawab mengawasi distribusi elpiji sampai pada tingkat agen resmi. Pertamina tidak memiliki perangkat ataupun kemampuan untuk mengawasi penjualan elpiji di tingkat pangkalan atau pengecer, karena berada di luar sistem tata niaga.
2) Manusia, yaitu risiko yang berhubungan dengan konsumen. Contohnya kurangnya pemahaman konsumen terhadap cara pemakaian atau pengoperasian tabung gas secara aman, bagaimana mengenali tabung gas & aksesorinya yang tanpa SNI (Standar Nasional Indonesia), bagaimana mengenali masa pakai usia tabung gas & selang dan kurangnya pemahaman akan risiko jika pembelian tabung gas tidak melalui dealer / agen resmi.
3) Sistem teknologi informasi, yaitu risiko yang berhubungan dengan pemakaian teknologi dan sistim untuk menunjang aktivitas sehari-hari.
1.3 Kasus Yang Terjadi Dalam Perusahaan
Elpiji
Sebanyak 70 perusahaan tabung elpiji 3 kilogram (kg) telah menghentikan produksinya sejak awal Desember 2009 karena tidak ada kejelasan order pengadaan tabung 2010 oleh PT Pertamina.
Sebanyak 70 perusahaan tabung elpiji 3 kilogram (kg) telah menghentikan produksinya sejak awal Desember 2009 karena tidak ada kejelasan order pengadaan tabung 2010 oleh PT Pertamina.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar kontrol
langsung suatu perusahaan, dalam hal ini PT Pertamina. Misalnya :
1) Beredarnya tabung gas elpiji ukuran 3 kg langsung dari produsen tabung ke masyarakat tanpa izin Pertamina. Tabung yang beredar langsung ke masyarakat itu bisa saja di bawah standar keamanan dan keselamatan Pertamina / berkualitas rendah yang ditakutkan membahayakan keselamatan masyarakat. Demikian juga peredaran selang, katup dan regulator tabung gas di luar kontrol langsung Pertamina
2) Keserakahan penyalur tabung gas. Demi mendapatkan keuntungan, penyalur tabung gas menempuh cara-cara berbahaya, yaitu isi tabung gas 3 kg dipindahkan / disedot habis ke tabung gas 12 kg yang lebih mahal harga jualnya. Cara ini dikenal dengan gas suntik / oplosan yang sangat berisiko menimbulkan kebocoran gas
1) Beredarnya tabung gas elpiji ukuran 3 kg langsung dari produsen tabung ke masyarakat tanpa izin Pertamina. Tabung yang beredar langsung ke masyarakat itu bisa saja di bawah standar keamanan dan keselamatan Pertamina / berkualitas rendah yang ditakutkan membahayakan keselamatan masyarakat. Demikian juga peredaran selang, katup dan regulator tabung gas di luar kontrol langsung Pertamina
2) Keserakahan penyalur tabung gas. Demi mendapatkan keuntungan, penyalur tabung gas menempuh cara-cara berbahaya, yaitu isi tabung gas 3 kg dipindahkan / disedot habis ke tabung gas 12 kg yang lebih mahal harga jualnya. Cara ini dikenal dengan gas suntik / oplosan yang sangat berisiko menimbulkan kebocoran gas
Jika ditinjau dari frekuensi dan dampak, maka
peristiwa-peristiwa risiko operasional dapat dipisahkan menjadi 4 (empat)
kategori, yaitu:
1) Frekuensi rendah / dampak rendah
2) Frekuensi rendah / dampak tinggi
3) Frekuensi tinggi / dampak rendah
4) Frekuensi tinggi / dampak tinggi
Dalam kasus di atas, maka frekuensi dan dampak dari meledaknya tabung gas elpiji sudah termasuk dalam kategori tinggi.
1.4 Kerugian Finansial sebagai Dampak Risiko Operasional
PT Pertamina sampai dengan saat ini sudah mengeluarkan dana sejumlah Rp 3 milyar untuk santunan bagi korban pemakaian gas elpiji yang meninggal dunia, biaya pengobatan di rumah sakit manapun melalui sistem asuransi dan ganti rugi untuk rumah & perangkat yang rusak.
1) Frekuensi rendah / dampak rendah
2) Frekuensi rendah / dampak tinggi
3) Frekuensi tinggi / dampak rendah
4) Frekuensi tinggi / dampak tinggi
Dalam kasus di atas, maka frekuensi dan dampak dari meledaknya tabung gas elpiji sudah termasuk dalam kategori tinggi.
1.4 Kerugian Finansial sebagai Dampak Risiko Operasional
PT Pertamina sampai dengan saat ini sudah mengeluarkan dana sejumlah Rp 3 milyar untuk santunan bagi korban pemakaian gas elpiji yang meninggal dunia, biaya pengobatan di rumah sakit manapun melalui sistem asuransi dan ganti rugi untuk rumah & perangkat yang rusak.
1.5 Mitigasi Risiko
Pemerintah dan Pertamina harus segera mengambil langkah - langkah untuk menghindari jatuhnya korban lebih banyak lagi.
Mitigasi risiko adalah langkah-langkah atau usaha-usaha yang diambil untuk mengontrol atau mencegah terjadinya risiko yang akan menimbulkan kerusakan / kerugian dan untuk mengurangi probabilitas atau dampak risiko, baik dampak keuangan maupun fisik, sampai pada tingkat yang dapat ditolerir.
Langkah-langkah atau usaha-usaha
untuk me-mitigasi resiko antara lain:
1. Modifikasi prosedur operasional
2. Training orang-orang untuk menghadapi hal-hal yang berbahaya
3. Revisi desain sistim teknologi informasi sebelum diimplementasikan
1. Modifikasi prosedur operasional
2. Training orang-orang untuk menghadapi hal-hal yang berbahaya
3. Revisi desain sistim teknologi informasi sebelum diimplementasikan
1.6 Tujuan Mitigasi Resiko
Tujuan mitigasi risiko adalah untuk membuat dan mengimplementasikan
strategi-strategi yang efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan kebijakan
yang diambil sampai ke tingkat yang paling rendah yang dimungkinkan.
1.7 Kebijakan Pemerintah
Pemerintah
telah menggulirkan kebijakan konversi dari minyak tanah ke elpiji. Untuk
menghindari hal hal yang tidak diinginkan, kebijakan ini perlu disertai pula
dengan langkah langkah yang mendukung dari sisi keselamatan. Hal ini
dikarenakan pada dasarnya gas elpiji termasuk ke dalam bahan berbahaya karena
mudah meledak. Lagkah langkah tersebut dapat dibagi menjadi 3 kelompok.
Pertama, langkah
langkah mencegah terjadinya kebocoran gas. Langkah ini berupa upaya memastikan
kelayakan dari sisi peralatan dan dari sisi pengetahuan dan ketrampilan
pengguna. Dari sisi peralatan, pemerintah perlu memastikan bahwa tabung gas dan
aksesorinya benar benar dalam kondisi layak digunakan. Stasiun pengisian bahan
bakar elpiji (SPBE) memiliki tugas yang berat pada sisi ini. SPBE
memiliki tugas untuk memastikan bahwa tabung gas termasuk seal karet
dalam kondisi layak untuk digunakan pada saat dilepas ke masyarakat. Faktor
selanjutnya adalah faktor pengguna. Pengguna membeli tabung dan selanjutnya
memasang sendiri regulator ke dalam tabung gas. Oleh sebab itu, pengguna harus
memiliki ketrampilan yang memadahi agar dapat memasang regulator dengan benar.
Karena pemasangan regulator diserahkan kepada masyarakat, maka pemerintah perlu
memastikan bahwa masyarakat memiliki ketrampilan yang memadahi untuk memasang
dan tidak terjadi kebocoran. Ini berbeda dengan penggunaan elpiji di beberapa
kawasan di Jepang. Di negeri sakura
tersebut, regulator dipasang pada tabung oleh petugas dari agen elpiji. Tabung
biasanya diletakkan di luar rumah, bukan di dalam ruangan. Pengguna tinggal
menyalakan kompor saja, tidak terlibat pada pemasangan regulator.
Kedua, langkah langkah mencegah ledakan jika terjadi kebocoran. Langkah-langkah
ini bertujuan untuk memastikan bahwa pengguna mengetahui jika terjadi
kebocoran. Di dalam gas telah dicampurkan gas ethyl-mercaptan agar
tercium bau jika terjadi kebocoran. Pemerintah perlu memastikan bahwa
konsentrasi gas cukup tinggi untuk ukuran kepekaan hidung masyarakat indonesia.
Oleh sebab itu, kalau diperlukan, dilakukan pengujian tingkat konsentrasi gas
yang cukup untuk dirasakan oleh masyarakat indonesia. Kondisi lingkungan
penggunaan gas serta usia para pengguna perlu dipertimbangkan dalam pengujian
ini. Kondisi lingkungan dengan bau yang tajam dapat menurunkan sensitivitas
penciuman terhadap bau gas. Demikian juga jika pengguna telah berusia lanjut.
Seperti kejadian di Surabaya beberapa saat yang lalu. Pengguna telah mengetahui
terjadinya kebocoran sehingga tabung gas dibawa keluar. Namun, beberapa saat
kemudian, pengguna menyalakan korek di dalam ruangan tersebut karena dikira gas
sudah tidak ada dan tidak berbahaya lagi dan terjadilah ledakan. Untuk membantu
penciuman terhadap bau gas, perlu dikaji pula pemberian kemudahan dalam
pembelian detektor gas. Detektor gas ini akan membantu pengguna untuk
mengetahui terjadinya kebocoran. Jika alarm detektor berbunyi, pengguna dapat
segera mematikan jalur gas dan mengeluarkan gas yang ada di dalam ruangan agar
konsentrasi menurun serta langkah langkah lain yang diperlukan.
Ketiga, langkah-langkah penanganan korban jika terjadi ledakan atau kebakaran.
Kerugian dapat berupa korban manusia yaitu meninggal atau luka serta korban
material yang rusak akibat ledakan atau kebakaran. Pengguna elpiji telah
berjasa dalam menghemat anggaran negara. Penghematan anggara dari konversi minyak
tanah ke elpiji mencapai lebih dari 10 trilyun rupiah setiap tahun. Oleh sebab
itu, sudah sewajarnya jika pemerintah mengalokasikan dana untuk menangani
risiko yang muncul dari kebijakan yang telah melonggarkan anggaran negara
tersebut. Dari besaran anggaran yang berhasil dihemat tersebut, sudah
selayaknya jika misalnya sekitar 1% dialokasikan untuk menangani risiko yang
ditimbulkan dari kebijakan tersebut.
Setiap kebijakan sering melahirkan dampak dampak yang bisa jadi belum dapat
diprediksi sebelumnya. Munculnya dampak implementasi kebijakan yang belum
diprediksi adalah hal yang wajar. Namun menjadi tidak wajar jika dampak
tersebut dibiarkan begitu saja dan tidak segera dilakukan langkah langkah
perbaikan. Lebih tidak wajar lagi jika pemerintah dan pihak pihak terkait tidak
mengambil pelajaran dari apa yang telah terjadi.
2. Kesimpulan
Dari keterangan kasus ledakan gas elpiji, dapat
disimpulkan bahwa ledakan terjadi akibat kebocoran gas elpiji yang selanjutnya
meledak karena adanya percikan api. Jadi, sebenarnya lebih tepat disebut
sebagai ledakan gas elpiji yang bocor, bukan ledakan tabung. Masalahnya
terletak pada terjadinya kebocoran pada saat penggunaan.Hal ini
merupakan Perusahaan Elpiji (LPG) adalah
contoh dari manajemen resiko operasional dan ada kaitannya juga dengan
manajemen resiko reputasi,karena dengan banyaknya kasus ledakan elpiji ini,70 perusahaan tabung
Elpiji telah menghentikan produksinya sejak awal Desember 2009 karena
tidak ada kejelasan order pengadaan tabung 2010 oleh PT Pertamina.Tetapi
perusahaan ini telah bangkit dan beroperasi kembali karena masyarakat
tahu bahwa minyak tanah sekarang sudah langka untuk digunakan dan hal ini akan
mengeluarkan biaya yang banyak.
3.
Solusi
Belajar
dari kasus Elpiji ini, seiring dengan menggalakkan sosialisasi penggunaannya,
pemerintah dan Pertamina seharusnya meningkatkan pengawasan terhadap penerapan
prosedur operasi elpiji yang telah distandarisasi di instalasi dan stasiun
pengisian bahan bakar elpiji (SPBE), karena jika penanganan tidak sesuai dengan
prosedur maka akan terjadi kerusakan pada tabung,meningkatkan sosialisasi
program konversi itu agar pemakai lebih mudah mengetahui penggunaan elpiji
secara aman,nomor pelayanan konsumen dan hand phone sebaiknya ditempelkan di
tabung elpiji dan dibuatkan poster dan leaflet serta disampaikan langsung
kepada masyarakat dan juga meningkatkan manajemen risiko operasional dari
pemakaian Elpiji ini, sehingga tidak memakan korban lainnya di masa depan.
Daftar Pustaka :
www.http.pertaminaelpiji.com
www.kasuselpiji.com